Selasa, 28 April 2009

hukum

Options
Disable

Get Free Shots










http://www.makepovertyhistory.org script type="text/javascript">
JURNAL HUKUM
Jurnal Hukum online ini menghadirkan berbagai analisa dan artikel hukum serta hasil penelitian karya Pan Mohamad Faiz. Seluruh artikel dan penelitian hukum berikut diperbolehkan untuk dikutip maupun didistribusikan kepada publik guna tujuan pendidikan, penelitian ilmiah, kritisisasi dan review penulisan dengan catatan tetap mencantumkan nama penulis atau peneliti yang bersangkutan. Semoga Bermanfaat. [Blawgger Indonesia]
NAVIGATION: | HOME | | ENGLISH VERSION | | POLITICAL STUDIES | | BIOGRAPHY |
Tuesday, April 28, 2009
Bedah Buku "Bangkit Indonesia: Menaklukkan Tantangan, Meraih Harapan"
BUKU BUAH PEMIKIRAN UNTUK KEBANGKITAN INDONESIA
Karya Pan Mohamad Faiz

Solusikini.com - Buku berjudul “Bangkit Indonesia: Menaklukkan Tantangan, Meraih Harapan”, karya Pan Mohamad Faiz (PMF) dibedah di Ruang Prof. Padmo Wahyono, FHUI, Depok, Jawa Barat dengan dibuka melalui nyanyian Indonesia Raya, serta alunan biola dari dan puisi. Perjalanan konten buku ini dimulai sejak masa kuliah penulis hingga sekarang. Buku ini juga berusaha untuk menuangkan gagasan pemikiran yang terserak, dan dikumpulkan untuk membangkitkan Indonesia ditengah-tengah tantangan dan juga bagaimana untuk meraih harapan.

Keberadaan bedah buku Pan Muhamad Faiz ini didukung oleh tiga pembedah, Prof. Hikmahanto Juwana, S.H., LL.M., Ph.D. yang dahulu juga merupakan pembimbing dari PMF ketika masih Mahasiswa, Rizal Fadli Buditomo sebagai pribadi yang dahulu juga merupakan senior penulis di FHUI, serta Manggala Putra Gonjeshenn selaku Ketua KSM Eka Prasetya periode 2009. Dari semua pembedah seluruhnya juga memaparkan kebanggan kepada penulis karena keberaniannya untuk menuliskan sebuah buku di usianya yang cukup muda. Karena pada hakikatnya, bangsa ini kita bisa memilih menjadi sel yang rapuh atau sel kokoh sebagai tulang punggung bangsa ini. Sebagai seorang pemuda yang baik, maka haruslah menuangkan pemikiran kepada bangsa ini yang salah satunya bisa dalam bentuk sebuah buku dan dengan demikian maka ia dapat digolongkan menjadi sel yang kokoh.

Pengalaman langsung PMF selama menempuh pendidikan di India juga ditorehkan di dalam bukunya. Sebagaimana Indonesia yang memiliki jumlah penduduk yang sama banyaknya dengan India, seharusnya bekerjasama untuk menjadi raksasa dunia. Sedangkan dalam hal ini menurut PMF dalam bukunya, dengan melihat keadaan Indonesia ketika berada di India, ia menginginkan kesejajaran dan persamaan antara Indonesia, India dan juga China (CINDONESIA). CINDONESIA yang diikat dalam satu regional benua yang sama menjadi tempat hunian dari hampir separuh umat manusia di muka bumi, sudah seyogyanya saling bekerjasama dan belajar satu sama lainnya.

Buku ini ternyata juga mendapatkan respons yang baik di semua tataran masyarakat yang dapat dilihat dalam blog penulis (http://jurnalhukum.blogspot.com/). Penulis yang bekerja cukup lama di Mahkamah Konstitusi ini dalam bukunya menyertakan beberapa pendapat mengenai beliau dan bukunya yang diantaranya adalah; Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., Guru Besar Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dr. Adhyaksa Dault, M.Si., Menteri Negara Pemuda dan Olahraga RI, H.E. Mr. Biren Nanda, Duta Besar India untuk Indonesia.

Fenomena pelajar yang berada di Luar Indonesia, juga merupakan kejadian yang menarik yang dipaparkan di dalam buku ini. Ketika seseorang berada di luar Indonesia, acapkali terjadi permasalahan terkait dengan keinginannya untuk tetap tinggal dan tidak berkontribusi kepada Indonesia. Brain Drain, yang dialami oleh orang Indonesia dapat dilihat dengan tidak kalahnya orang Indonesia di tataran Internasional. Maka perlunya konsep refresh brain drain yakni menyadarkan orang Indonesia di luar wilayah Indonesia untuk hijrah menuangkan ilmu yang telah didapatkan di luar negri kepada Bangsa dan Negara.

Selamat bagi pemuda tulang punggung Negara untuk dapat menikmati buku buah karya perdana PMF.

Sumber: http://www.solusikini.com/?m=atl&no=30
Labels: Mahasiswa, Pan Mohamad Faiz

READ MORE...
posted by Pan Mohamad Faiz at 8:27 AM | |
Thursday, March 26, 2009
Wawancara oleh Human Capital: Brain Drain SDM TI yang Tersia-siakan
BRAIN DRAIN SDM TI YANG TERSIA-SIAKAN
Human Capital Magazine, Edisi 58 Januari 2009

Fenomena brain drain SDM TI terjadi di negara-negara berkembang, tak terkecuali di Indonesia. Bagaimana mengatasinya?

Sydney, Australia, 9 September 2007. Pan Mohamad Faiz, alumni Delhi Vishwavidyalaya (University of Delhi) yang berprofesi sebagai peneliti konstitusional di Mahkamah Konstitusi Indonesia menyampaikan makalahnya berjudul Brain Drain dan Sumber Daya Manusia Indonesia: Studi Analisa terhadap Reversed Brain Drain di India yang disampaikan pada Konferensi International Pelajar Indonesia (KIPI).

Pada makalah tersebut, Faiz mengidentifikasi fenomena brain drain yang umumnya terjadi di negara-negara berkembang. Faiz menguraikan problematika dan tantangan Indonesia dalam pengembangan SDM terkait dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disebabkan oleh brain drain. Dan, pada akhir makalahnya, penulis menyuguhkan pola pengembangan SDM guna mencegah dan mengatasi efek negatif dari brain drain dengan melakukan studi analisa terhadap keberhasilan India dalam mewujudkan reversed brain drain khususnya di sektor TI.

Lebih lanjut Faiz menuliskan bahwa fenomena brain drain di Indonesia, walaupun hingga saat ini belum atau tidak terdapat data empiris, diperkirakan telah mencapai 5%. Jumlah ini bisa dikatakan cukup signifikan di tengah terpuruknya SDM Indonesia yang disertai kecilnya alokasi anggaran pendidikan yang hanya menyisihkan sebesar 11,8% dari APBN. (Anggaran pendidikan sebesar 20% baru akan direalisasikan pada APBN 2009 – red). Kondisi ini diperparah dengan alokasi anggaran riset dan teknologi yang tidak pernah mencapai angka 1% dari produk domestik bruto. Padahal, menurut analisa UNDP, angka tersebut merupakan anggaran minimum untuk terciptanya kemakmuran suatu bangsa.

Dihubungi HC lewat surat elektronik, Faiz memuji kualitas SDM TI di Indonesia. “SDM TI Indonesia sebenarnya cukup berkualitas, terbukti dari banyaknya tenaga TI kita yang dipercaya untuk memegang project-project besar di luar negeri,” kata Faiz memuji. “Hanya saja, mungkin kita sendiri yang belum menaruh perhatian lebih untuk bidang ini di dalam negeri, sehingga terkesan kita belum mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” ia menambahkan.

Namun demikian, Faiz meyakinkan, “Seiring dengan pesatnya laju industri teknologi Asia, saya yakin bahwa pada waktunya nanti para TI-ers kita, khususnya yang berada di luar negeri akan membangun basis ICT di Indonesia dengan tangan-tangan terampil yang dimilikinya seiring dengan masuknya investasi global untuk bidang pengembangan TI di Indonesia.”

Faktor penarik dan pendorong disebutkan Faiz sebagai faktor utama penyebab brain drain di mayoritas negara berkembang, termasuk Indonesia. “Faktor penarik yang datang dari negera tujuan, misalnya memperoleh prospek ekonomi dan kehidupan yang lebih baik; tersedianya fasilitas pendidikan, penelitian, dan teknologi yang lebih memadai; kesempatan memperoleh pengalaman bekerja yang luas; tradisi keilmuan dan budaya yang tinggi,” Faiz menjelaskan.

Di matanya, faktor pendorong yang datang dari dalam negeri, antara lain adalah: rendahnya pendapatan dan fasilitas penelitian, tidak adanya kenyamanan dalam bekerja dan memperoleh kebebasan, keinginan untuk memperoleh kualifikasi dan pengakuan yang lebih tinggi, ekspektasi karier yang lebih baik, kondisi politik yang tidak menentu, serta diskriminasi dalam hal penentuan jabatan dan promosi.

Brain drain di Indonesia, dijelaskan Faiz, fenomenanya sudah berlangsung sejak lama tanpa disadari dan makin gencar sejak pemerintah tidak menuntaskan program pengiriman tenaga ahli Indonesia untuk menempuh pendidikan di luar negeri. Dari program ini, katanya, diharapkan dapat mempercepat pengembangan industri teknologi di Tanah Air.

“Banyak tenaga ahli kita yang kini menetap atau bekerja di luar negeri tanpa pendataan yang tidak jelas. Akhirnya, SDM kita yang berkualitas menjadi tersia-siakan,” ujar Faiz menyesalkan. Belum lagi, tambahnya, sekarang gelombang pekerja profesional dan pelajar dari Indonesia yang berangkat ke luar negeri semakin deras. Jika tidak terencana dengan terarah dan seksama, baik dari pemerintah maupun masyarakat Indonesia, tidak mustahil kita akan kesulitan menangani efek negatif dari brain drain.

Setiap fenomena sejatinya diawali dengan sebuah tanda lalu sinyal yang harus diwaspadai agar Indonesia tidak kehilangan potensi SDM TI-nya yang memilih berkreasi di negara lain. “Menilik pengalaman bangsa lain, potensi SDM di dalam negeri akan sulit berkembang apabila tidak terdapat atmosfer pengembangan ilmu dan teknologi yang memadai,” tutur Faiz.

Ketika Indonesia belum banyak menciptakan produk TI tingkat tinggi, ungkap Faiz, di saat yang bersamaan gempuran produk TI berikut ahlinya mulai merambah masuk ke tiap bidang pekerjaan di Tanah Air. Akhirnya, baik tenaga TI maupun produk TI asal Indonesia sulit berkembang dan bersaing di pasaran. “Inilah yang harus menjadi catatan penting bagi kita,” katanya mengingatkan.

Di samping itu, Faiz menganjurkan kepada para profesional di bidang ini untuk belajar sebanyak mungkin dari negara-negara super lainnya. Menurutnya, tatkala sudah cukup “mencuri” ilmu dari mereka, pengembangan laboratorium TI di dalam negeri menjadi suatu keniscayaan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi. “Saya rasa dengan jumlah populasi dan konsumen Indonesia yang begitu dahsyat, akan banyak investor yang berani menginvestasikan dananya di Indonesia,” katanya yakin.

Hanya saja, pemerintah harus pintar-pintar memilahnya, sehingga jangan sampai mematikan produk domestik sendiri. “Jika laboratorium ini mulai bermunculan, saya yakin SDM TI kita di luar negeri dalam waktu yang tidak lama akan kembali ke Tanah Air tanpa harus meninggalkan jejak dan jaringan yang sudah dibangun di tempat mereka bekerja di luar negeri. Generasi selanjutnyalah yang kemudian menggantikan posisi mereka di luar negeri, begitu seterusnya seperti suatu sirkulasi regenerasi pengembangan TI dari dalam-luar-dalam negeri,” paparnya.

Untuk mencapai target tersebut, Faiz menguraikan strateginya menarik kembali SDM TI lokal yang punya potensi untuk mendedikasikan dirinya bagi pengembangan TI di Indonesia. “Dalam hal ini kerja sama antara pemerintah, universitas, dan tempat pelatihan TI menjadi syarat mutlak. Mereka yang unggul di kelasnya masing-masing dapat dijadikan proyek embrio pengembangan TI,” kata Faiz menyarankan.


Yang ia sayangkan, kadangkala setelah mampu melewati tahapan tersebut, political will dari pemerintah kurang mendukung. Ratusan teknologi jadi dan siap pakai karya anak bangsa seringkali dinomorsekiankan hanya karena ada teknologi asing yang dianggap lebih baik mutu dan kelasnya. “Untuk itu revitalisasi arah dan pemikiran para pemimpin kita harus pula dilakukan agar nantinya mampu memfasilitasi dan menopang kualitas SDM TI Nusantara yang telah terbukti berhasil menciptakan beragam produk unggulan,” tuturnya.

Dan, tampaknya masalah SDM TI di Indonesia mulai mendapat angin segar dari pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Riset dan Teknologi lewat program mendukung kemajuan teknologi Indonesia. Kusmayanto Kadiman, Menteri Negara Riset dan Teknologi RI saat ini menyatakan optimismenya dengan bahasa yang bersemangat. “Saya percaya Indonesia hebat,” kata menteri yang akrab disapa KK ini optimis. (*)

Sumber: http://www.portalhr.com/majalah/edisisebelumnya/teknologi/1id1219.html


***
Sekilas tentang Human Capital (HC):

PortalHR

PortalHR adalah portal internet yang mengkhususkan diri pada bidang Human Resource / sumberdaya manusia. Kelahiran portal ini salah satunya dipicu oleh banyaknya permasalahan dan pertanyaan mengenai sumberdaya manusia dan masalah ketenagakerjaan di Indonesia serta kebutuhan akan sumber informasi sumberdaya manusia dan ketenagakerjaan yang terpercaya.

Visi & Misi

PortalHR.com bertujuan menjadi wahana terpercaya di bidang sumberdaya manusia di Indonesia, yang membantu perusahaan, karyawan, dan praktisi HR dengan menghubungkan mereka pada pengetahuan dan sumberdaya yang dibutuhkan untuk mengatur sumberdaya manusia dalam bisnis. Selain itu PortalHR juga bertujuan untuk ikut serta menjadikan dan mengembangkan bidang sumberdaya manusia sebagai partner penting dalam pengembangan dan pelaksanaan strategi organisasi.

Tim Manajemen PortalHR

President Director : Nukman Luthfie
Executive Director : Meisia Lucia Chandra
IT Director : Erick Wellem
Business Manager : Nurjamila Baniswati
Content Manager : Is Mujiarso
Sales & Marketing Manager: Citra Yuliasari

Alamat Pemasaran PortalHR
Kindo Building
Jl. Raya Duren Tiga No. 101 Ruang B 202
Jakarta Selatan 12760
Indonesia
Phone. +62-21-798-2006
Fax. +62-21-798-3630
Labels: Brain Drain, Pendidikan, SDM

READ MORE...
posted by Pan Mohamad Faiz at 8:18 AM | |
Thursday, March 19, 2009
Ketidakcermatan UU Pemilu Legislatif
KETIDAKCERMATAN UU PEMILU LEGISLATIF

Hajatan terbesar nasional dalam rentang siklus lima tahunan segera digelar. Dalam hitungan hari, jutaan warga Indonesia baik yang berada di dalam maupun luar negeri akan memberikan hak suaranya di dalam Pemilihan Umum (Pemilu). Para peserta Pemilu yang terdiri dari 44 Partai Politik untuk calon anggota DPR, DPRD, dan DPRA/DPRK, serta 1.127 perseorangan calon anggota DPD beramai-ramai telah menggerakan mesin kampanyenya guna memperoleh simpati konstituen dan calon pemilihnya. Begitu pula dengan pihak penyelenggara, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU), seakan berlomba dengan waktu dalam mempersiapkan segala sesuatunya guna kelancaran proses pencontrengan di tanggal 9 April nanti.

Namun demikian, keluhan dari masyarakat bermunculan tatkala terlihat adanya kekurangsiapan pihak penyelenggara dalam hal sosialisasi teknis pemilihan, distribusi kertas dan kotak suara, serta penjadwalan kampanye yang dinilai dapat menjadi penghambat keberlangsungan proses dan momentum kehidupan demokrasi di bumi nusantara ini. Oleh karenanya, Pemerintah dengan berkoordinasi bersama KPU cepat-cepat mengeluarkan Perpu dan sederet Peraturan KPU guna mengisi celah-celah kecil yang berpotensi menyebabkan delegitimasi pelaksanaan Pemilu 2009.

Kesalahan Penulisan

Sejak tiga bulan terakhir, wajah media massa baik cetak maupun elektronik, tidak henti-hentinya memberitakan seputar persiapan Pemilu. Perdebatan pun bermunculan mengenai regulasi mulai dari persiapan dan pelaksanaan Pemilu hingga antisipasi penanganan munculnya sengketa antara Peserta Pemilu dengan KPU.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (UU Pemilu Legislatif) merupakan landasan yuridis yang paling mendasar untuk mengantarkan 550 wakil rakyat menuju gedung bundar di Senayan. Namun apa jadinya apabila di dalam UU Pemilu Legislatif sebagai alas yuridis terdapat kesalahan substansi yang sepertinya remeh-temeh namun cukup fundamental.

Di dalam kalimat pertama paragraf kesatu Penjelasan Umum UU tersebut tertulis, “Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa “kedaulatan rakyat berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.

Sedangkan di awal paragraf kedua tertulis, “Sesuai ketentuan Pasal 22E ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diselenggarakan berlandaskan azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.”

Secara sepintas memang tidak ada kesalahan susunan kalimat pada kedua paragraf di atas, namun apabila dicermati lebih mendalam, maka pencantuman kedua Pasal di atas merupakan kesalahan yang cukup nyata.

Konsep “kedaulatan rakyat” sebenarnya diatur di dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, dan bukan di dalam Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 yang justru hanya mengatur mengenai komposisi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Sedangkan, ketentuan mengenai asas pelaksanaan Pemilu, waktu pelaksanaan, dan tujuan pemilihan diatur di dalam Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945, dan bukan di dalam Pasal 22E ayat (6) yang mengatur tentang ketentuan pemberian delegasi pengaturan tentang pemilihan umum dengan undang-undang.

Mungkinkah kesalahan ini hanya terletak pada lembar pencetakan Penerbit dari UU yang penulis baca? Setelah membandingkan UU Pemilu Legislatif yang tersedia di toko buku, terpampang bebas pada situs resmi KPU, hingga salinan aslinya, tampaklah sudah bahwa telah terjadi kesalahan yang sama untuk keseluruh UU tersebut. Oleh karenya dapat disimpulkan bahwa kesalahan penyusunan Undang-Undang tersebut berasal dari lembaga/penjabat yang diberi kewenangan membentuk perundang-undangan (wetgevende macht)

Status Penjelasan

Dalam salah satu buku terbarunya, “Menata Ulang Sistem Peraturan Perundang-undangan" (2008), Prof. HAS Natabaya membagi unsur-unsur sistem peraturan perundang-undangan dengan: (1) asas-asas pembentukan; (2) pembentuk dan proses pembentukannya; (3) jenis dan hirarki; (4) fungsi; (5) materi muatan; (6) pengundangan; (7) penyebarluasan; (8) penegakkan dan pengujian. Menurutnya, apabila salah satu unsur baik yang berkaitan dengan dengan formalitas maupun materialitas, maka sistem itu akan timpang dan bahkan dapat menghasilan suatu produk yang “cacat hukum”, sehingga dapat atau harus diuji oleh lembaga legislatif melalui legislative review/political review atau oleh lembaga yudikatif melalui judicial review.

Sesuai dengan Pasal 5 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU 10/2004), pembentukan perundang-undangan harus memenuhi asas-asas yang meliputi: (a) kejelasan tujuan; (b) kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; (c) kesesuaian antara jenis dan materi muatan; (d) dapat dilaksanakan; (e) kedayagunaan dan kehasilgunaan; (f) kejelasan rumusan; dan (g) keterbukaan. Dalam penjelasannya, asas “kejelasan rumusan” terakit dengan pemenuhan syarat teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam intepretasi dalam pelaksanaannya.

Dalam konteks kesalahan penulisan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, penjelasan umum yang memuat pengacuan ke peraturan perundang-undangan lain atau dokumen lain harus pula dilengkapi dengan keterangan mengenai sumbernya. Penjelasan Umum seharusnya memuat uraian yang sistematis mengenai latar belakang pemikiran, maksud, dan tujuan penyusunan peraturan perundang-undangan yang telah tercantum secara singkat dalam butir konsiderans, serta asas-asas, tujuan, atau pokok-pokok yang terkandung di dalam batang tubuh peraturan perundang-undangan, sebagaimana telah diuraikan secara panjang lebar di dalam lampiran UU 10/2004.

Lebih lanjut, penjelasan juga berfungsi sebagai tafsiran resmi pembentuk perundang-undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh karenanya, penjelasan haruslah dimaksudkan untuk memperjelas norma dalam batang tubuh dan tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dijelaskan. Dalam penjelasan juga harus dihindari rumusan yang isinya memuat perubahan terselubung terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

Konsekuensi Hukum

Sulit untuk beralasan bahwa kesalahan penulisan di dalam Penjelasan Umum UU Pemilu Legislatif hanya sebatas alasan clerical error, sehingga harus dimaafkan. Sebab ketidakcermatan penulisan kali ini justru terjadi pada rujukan yuridis yang amat mendasar, yaitu UUD 1945 sebagai Undang-Undang yang tertinggi (grondwet is de hoogste wet). Padahal di dalam suatu pembentukan Undang-Undang, para perancang (legislative drafter) yang berkualifikasi dan bertaraf nasional telah melewati tahapan komposisi kegiatan pembentukan yang terdiri dari: (i) pembuatan draft awal, (ii) melakukan revisi, (iii) melakukan pemeriksaan silang, (iv) konsultasi pihak lain; (v) dan (vi) melakukan penghalusan.

Sebenarnya penulis sengaja mengendapkan permasalahan ini ketika mendengar akan dikeluarkannya sebuah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Perubahan UU Pemilu Legislatif, dengan harapan perbaikan terhadap Penjelasan Umum dalam UU Pemilu Legislatif akan dicakup di dalam materi Perpu tersebut. Sebagaimana diatur di dalam Pasal 7 UU 10/2004 terkait dengan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan, perubahan atau revisi suatu Undang-Undang hanya dapat dilakukan melalui Undang-Undang yang baru atau sebuah Perpu (legislative review). Argumen ini diperkuat oleh Ahli Ilmu Perundang-Undangan, Prof. Maria Farida Indrati dalam suatu kesempatan diskusi dengan Penulis. Namun ternyata, keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD pada tanggal 26 Februari 2009 yang lalu, sama sekali tidak memuat perbaikan terhadap Penjelasan Umum UU Pemilu Legislatif tersebut. Dengan demikian, kesalahan rujukan di dalam Penjelasan Umum UU tersebut masihlah ada dan akan tetap ada selama tidak ada perbaikan.

Upaya untuk memperbaiki UU 10/2008 sebenarnya dapat pula dilakukan melalui cara lain, yaitu judicial review dengan cara membatalkan frasa “Pasal 2 ayat (1)” dan frasa “Pasal 22E ayat (6)” yang tercantum di dalam Penjelasan Umum. Sehingga setelah dibatalkan maka tanpa mengurangi substansinya, penjelasan kedua paragraf tersebut dapat dibaca secara utuh sebagai berikut, yaitu “Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa …” dan “Sesuai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemilihan umum …”. Hanya saja, selain akan membutuhkan waktu cukup lama, hal yang seharusnya dapat disempurnakan dengan mudah akan menjadi terkesan dicari-cari atau mengada-ada. Tetapi itulah konsekuensi hukum dari apa yang seharusnya ditempuh apabila ditemukan bagian dari UU yang tidak sesuai dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan dan/atau bertentangan dengan semangat UUD 1945.

Penutup

Seyogyanya, para pembentuk Undang-Undang menyadari hal ini sejak dini dan tidak membiarkan kesalahan-kesalahan demikian terjadi terus-menerus dan berulang kali. Sementara para pihak tengah berjibaku menegakkan Peraturan KPU dan teknis pelaksanaan di lapangan, ternyata dalam tataran landasan dasar yuridis masih terdapat pokok kesalahan penyusunan (drafting failure) yang seharusnya jangan lagi diberikan toleransi. Sehingga tepat rasanya apabila mengutip pepatah melayu yang berbunyi, “kuman diseberang pulau terlihat, gajah di pelupuk mata tak nampak”.

Akhirnya, perlu pula disampaikan bahwa tulisan singkat ini sama sekali tidak ditujukan untuk memperkeruh keadaan menjelang Pemilu, apalagi menambah deret persoalan legislasi seputar pelaksanaan Pemilu. Akan tetapi semata-mata sebagai catatan kecil dari seorang warga negara yang berkewajiban untuk mengingatkan para wakilnya guna memperbaiki ketentuan yang belum sempurna. Sebab, para wakil rakyat sejatinya adalah juga seorang legislator handal, sebagaimana telah menjadi amanat konstitusi di dalam Pasal 20 UUD 1945, sekaligus sebagai konsekuensi jabatan dalam menjalankan fungsi, tugas dan kewenangan pokoknya dalam hal legislasi yang ditegaskan di dalam Pasal 25 dan Pasal 26 UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Susduk)

Semoga di masa periode berikutnya kita dapat memiliki para wakil rakyat yang semakin baik dari apa yang kita miliki saat ini dalam hal dalam membentuk suatu produk peraturan perundang-undangan. Jika tidak, maka puluhan miliar rupiah yang dikucurkan selama proses Pemilu mendatang akan terbuang secara sia-sia. Oleh karena itu, jangan sampai salah pilih!

* Penulis adalah Alumnus Pascasarjana Program Master of Comparative Laws (M.C.L.) pada Faculty of Law, University of Delhi.
Labels: Parlemen, Pemilu

READ MORE...
posted by Pan Mohamad Faiz at 10:52 AM | |
Thursday, March 12, 2009
Breaking News: Indonesia Juara Pertama the Asia Pacific International Humanitarian Law Moot Court Competition
INDONESIA JUARA PERTAMA THE ASIA PACIFIC INTERNATIONAL HUMANITARIAN LAW MOOT COURT COMPETITION

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) mengharumkan nama Indonesia dengan menjadi juara pertama lomba peradilan semu "The 7th Red Cross International Humanitarian Law" (the winning team) untuk kawasan Asia-Pasifik yang berlangsung pada 6 hingga 7 Maret 2009 di Hongkong. Indonesia diwakili oleh Katrina Marcellina (2007), Tracy Tania (2007), Aloysius Selwas Taborat (2005).

Dalam keikutsertaan kali kedua ini, tim Indonesia harus berlaga dengan wakil dari 16 Universitas ternama di kawasan Asia-Pasifik diantaranya The University of Adelaide, Chulalongkorn University, National University of Singapore, The University of Tokyo, Ewha Womens University (Korea). Didampingi oleh Hersapata Mulyono, S.H, tim FHUI harus melewati tahapan general round, semi-final round, dan final round.

Pada ronde pertama di general round, tim FHUI melawan tim dari China, yaitu Beijing Normal University. Sedangkan, pada ronde ke dua tim FHUI melawan Gujarat National University dari India. Pada semi-final, tim Universitas Indonesia bertemu dengan Tim Ewha Womans University dari Korea, yang merupakan lawan tangguh karena berbekal hasil riset yang intensif. Tim dari Universitas Indonesia dan tim dari Gujarat National Law University kembali lagi bertemu pada babak final. Tahun lalu, tim FHUI yang diwakili oleh Wincen Adiputra Santoso (2005) dan Simon Barrie Sasmoyo (2005) merupakan semifinalis dalam Kompetisi tersebut.

Ini bukanlah prestasi baru bagi para mahasiswa yang tergabung dalam International Law Moot Court Society (ILMS), Universitas Indonesia. Sederet prestasi lain yang pernah dicapai ialah Champions of Asia Cup International Law Moot Court Competition, Tokyo, 2006; Champions of International Maritime Law Arbitration Moot Competition, Australia, 2007; First Best Oralist Philip C. Jessup International Law Moot Court Competition, Washington DC, 2007; Ranking 3 dalam Preliminary Rounds dari 109 universitas seluruh dunia dalam Philip C. Jessup International Law Moot Court Competition, Washington DC, 2008; Ranking 15 dari 204 universitas seluruh dunia dalam Willem C. Vis International Commercial Arbitration Moot, Vienna, 2008.

Pembentukan organisasi ini sendiri bertujuan untuk mempromosikan pendidikan hukum internasional publik dan perdata kepada mahasiswa fakultas hukum; mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam legal research, legal writing dan advocacy serta memperkenalkan dan menumbuhkembangkan kegiatan peradilan semu dalam hukum internasional.

Alumni ILMS telah berhasil diterima di universitas top seluruh dunia seperti Harvard Law School, Duke University, Universiteit Leiden, Universite Paris 1 Pantheon Sorbonne, Berkeley University dan National University of Singapore. Mereka umumnya telah menempuh karir di kantor-kantor advokat papan atas Indonesia juga di lembaga Internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa, the International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia, the International Criminal Court dan the Cambodian Khmer Rouge War Criminal Tribunal.

Sebagai informasi, pada 23-28 Maret 2009 nanti, Fakultas Hukum UI kembali menjadi duta Indonesia dalam Shearman & Sterling International Round di Washington DC. Indonesia akan bertarung dengan wakil dari 120 universitas seluruh dunia. Tim FHUI diwakili oleh Adeline Wijayanti (2006), Ivan Nikolas Tambunan (2005), Rivana Mezaya (2005) dan Wincen Adiputra Santoso (2005).

Source: Berita UI.
Labels: Hk. Humaniter, Mahasiswa, Peradilan Semu

READ MORE...
posted by Pan Mohamad Faiz at 7:11 PM | |
Friday, February 20, 2009
Perjuangan Capres Independen
PERJUANGAN CAPRES INDEPENDEN
Oleh: Pan Mohamad Faiz

Lika-liku jalan calon presiden independen (perseorangan) untuk ikut berkompetisi dalam Pemilu Presiden 2009 terhenti sudah. Pasalnya, Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja memutuskan bahwa frasa “Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan dan didaftarkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum…” dalam UU No. 42 tahun 2008 (UU Pilpres) tidak inkonstitusional.

Menariknya, putusan MK tersebut tidak diputus secara bulat. Tiga dari delapan Hakim Konstitusi memberikan pendapat berbeda (dissenting opinions) yang pada intinya menyatakan bahwa Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 harus ditafsirkan pula membuka ruang bagi terbukanya calon presiden perseorangan di dalam UU Pilpres. Namun demikian, ketiga Hakim tersebut juga mempertimbangkan kepentingan nasional terkait dengan proses penyelenggaraan Pemilu 2009 yang semakin dekat, sehingga pendapat tersebut berhujung pada kondisi konstitusional bersyarat (conditionally constitutional). Artinya, mereka memandang bahwa kesempatan calon presiden perseorangan dalam Pilpres harus sudah mulai dibuka pada Pemilu tahun 2014 atau 2019.

Amandemen Kelima

Setidaknya terdapat dua alasan utama dari perspektif hukum dan politik yang menjadi mainstream ujian terjal belum terakomodasinya capres perseorangan hingga kini. Pertama, para ahli hukum berargumen bahwa kehadiran Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 telah menetapkan secara nyata bahwa partai politiklah pemegang hak konstitusional untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden. Kedua, para pengamat politik beralasan bahwa calon perseorangan pada sistem presidensiil amat rentan dengan munculnya ketidakstabilan politik dan ketatanegaraan, mengingat Presiden dalam mengelola negara harus pula memiliki dukungan kuat di Parlemen ketika menjalankan kebijakan-kebijakannya.

Akan tetapi, tidak semua ahli hukum dan ahli politik tersebut memilik satu mahzab yang sama. Sebagian pengamat politik beranggapan bahwa tidak ada kaitannya antara sistem presidensiil dengan capres independen. Sebab, sistem presidensiil Indonesia mempunyai karakter yang khas dan berbeda dengan negara-negara lain. Sehingga, tidaklah dapat dipersamakan antara pengalaman negara satu dengan negara lainnya, atau dalam bahasa A.B. Kusuma (2008), tidak ada lagi istilah “presidensiil murni” atau “presidensiil tidak murni”. Sementara itu, sebagian para ahli hukum melihat Konstitusi sebagai organ yang hidup (the living constitution) seyogyanya harus mampu memberikan ruang interpretasi terhadap perkembangan dan kebutuhan rakyatnya. Oleh karenanya, menurut mereka, capres independent harus dapat terakomodasi secara legal-formal.

Keseluruhan “perang pendapat” tersebut setidaknya dapat kita temukan selama pemeriksaan pengujian undang-undang (constitutional review) terkait permohonan capres independen oleh Fadjroel Rachman, dkk. yang berlangsung di hadapan MK. Dari panjangnya proses pembuktian tersebut terdapat satu hal yang perlu direspons cepat ketika hampir sebagian besar ahli hukum dan anggota DPR memandang bahwa sesungguhnya tidak ada permasalahan terhadap ada-tidaknya jalur capres independen selama kehadirannya sesuai dengan politik konstitusi. Oleh karenanya, DPR dan Pemerintah siap membuka lebar-lebar pintu capres independen apabila memang telah terjadi amandemen kelima terhadap Pasal 6A ayat (2) UUD 1945. Apabila kehendak tersebut terejawantahkan, maka sudah seyogyanya Pasal 8 ayat (3) UUD 1945 mengenai pemilihan Presiden dan Wakil Presiden oleh MPR karena keadaan tertentu juga harus diamandemen.

Suara Rakyat

Undang-Undang Dasar sebagai konsensus bersama (general consensus) sudah sejatinya turut memperhatikan suara dan aspirasi rakyat yang berkembang (vox populi, vox dei). Adanya hasil survey LSI yang menyimpulkan bahwa sebagian rakyat Indonesia menginginkan dibukanya capres independen sebagai jalur alternatif selain jalur parpol menjadi bukti awal yang dapat dijadikan argumen pendukung untuk diubahnya Pasal 6A ayat (2). Terlebih lagi, beberapa penelitian ilmiah dan rekomendasi resmi dari Komisi Konstitusi sudah jauh-jauh hari menyuarakan betapa pentingnya perubahan Pasal tersebut. Walaupun bukan menjadi pendirian Mahkamah saat ini, tafsiran sebagian dissenter dalam Putusan No. 56/PUU-VI/2008 (vide halaman 127 s.d. 140) dapat juga dijadikan sinar pencerahan terwujudnya perubahan UUD 1945.

Namun demikian, ganjalan terberat justru hadir ketika usulan perubahan tersebut jatuh di tangan MPR sebagai pemegang otoritas tunggal insitusional untuk mengubah undang-undang dasar [Pasal 3 ayat (1) UUD 1945]. Pertanyaannya kini adalah mungkinkah usulan perubahan tersebut dikabulkan? Kecemasan bermunculan dikarenakan bahwa sebagian besar anggota MPR adalah anggota Partai Politik, sehingga sulit membayangkan akan terjadinya skenario adanya parpol yang secara sukarela ingin mengebiri hak konstitusional dirinya sendiri.

Untuk mengeliminir keraguan tersebut, setidaknya pendekatan dan pencerahan mengenai perlunya perubahan konstitusi tersebut bukan hanya diarahkan kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi (the owner of ultimate sovereignty), namun juga diarahkan kepada parpol yang memiliki platform visioner-progresif, para anggota DPD yang berbasis perseorangan, jaringan akademisi, serta media massa yang befungsi sebagai “the fourth estate of democracy” atau pilar keempat penyanggah demokrasi (B.V. Naik, 2004)

Oleh karenanya, marilah sama-sama kita maknai proses pewacanaan dan hasil perjuangan capres independen betapapun manis-pahitnya itu, baik sebelum maupun sesudah putusan Mahkamah, sebagai proses pendidikan dan peremajaan berdemokrasi. Selama hal-hal tersebut dilakukan secara konstitusional, maka tidak ada salahnya kita menerimanya sebagai bagian dari dinamika kehidupan berdemokrasi yang sehat, serta membuang jauh-jauh rasa kecurigaan ataupun rasa skeptis yang tak beralasan.

Setidaknya, perjalanan panjang ini dapat turut pula menyuntikan vaksinasi iklim politik-ketatanegaraan yang kokoh sekaligus sebagai cermin otokritik terhadap kelembagaan partai politik Indonesia yang dianggap masih kurang memperhatikan aspirasi rakyat. (*)

* Peneliti Hukum dan Konstitusi di Jakarta.
Labels: Amandemen UUD, Demokrasi, Kedaulatan Rakyat, Partai Politik

READ MORE...
posted by Pan Mohamad Faiz at 8:26 AM | |
Thursday, February 12, 2009
Demokrasi Anarki: Suatu Puisi Jiwa
DEMOKRASI ANARKI

Berteriak lantang berkedok aspirasi
Mengumbar janji dan program suci
Lihat! semua orang bernafsu meraih kursi
Di tengah euforia terbukanya pintu reformasi

Gawat Tuan! Nurani bangsa telah dicuri
Mereka saling tuding dan saling menggurui
Yang tidak setuju boleh gunakan emosi
Kerahkan massa, lalu letupkan provokasi

Inikah yang kau sebut demokrasi?
Ah bukan, ini sih namanya democrazy!
Pantas saja tiap demonstrasi berhujung anarki
Karena kita memang berada di alam mobokrasi
---

Merdeka Barat, 12/02/09 - 18:00 WIB

Catatan: Turut Berduka atas jatuhnya korban dalam Demokrasi Anarki
di Gedung DPRD Sumut




Labels: Demokrasi, Puisi

READ MORE...
posted by Pan Mohamad Faiz at 7:24 PM | |
Monday, January 05, 2009
Luncurkan Buku di Awal Tahun 2009
“BANGKIT INDONESIA:
MENAKLUKKAN TANTANGAN, MERAIH HARAPAN”

Alhamdulillah, bersamaan dengan masuknya awal tahun baru 1430 H dan 2009 M, saya dapat meluncurkan buku terbaru yang berjudul “Bangkit Indonesia: Menaklukkan Tantangan, Meraih Harapan”. Rencananya Buku ini akan diperuntukan sebagai kenang-kenangan buah pemikiran saya kepada para Sahabat, Kolega, Mahasiswa dan Pengambil Kebijakan di Tanah Air, serta dikhususkan kepada kedua Orang Tua saya dan generasi muda Indonesia, sebagaimana tertuang dalam lembar Pembukanya yang berbunyi:

"Buku ini saya dedikasikan untuk
Ayah-Bunda tercinta, dan

Dipersembahkan khusus kepada
sesama Generasi Muda Indonesia
tulang punggung negara"

(halaman v)

Saya mengucapkan rasa terima kasih yang setinggi-tingginya kepada segenap pihak yang telah memberikan bantuan baik moral maupun spiritual atas terbitnya Buku ini. Untuk menyebutkan beberapa diantaranya, yaitu kepada Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. (Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia), Dr. Adyaksa Dault, M.Si. (Menteri Negara Pemuda dan Olahraga RI), dan Honorable Excellency Mr. Biren Nanda (Duta Besar Indonesia untuk Indonesia) yang telah memberikan Sekapur Sirih dan Kata Pengantarnya, serta kepada Lembaga Penerbit Pustaka Indonesia Satu (PIS) bekerjasama dengan Konstitusi Press (KonPress).

Melalui buku ini saya berharap akan muncul ragam gagasan yang bersifat evaluatif-solutif di tengah-tengah pusaran pewacanaan umum, semata-mata demi perbaikan bangsa dan negara kita tercinta. Syukur-syukur buku ini dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi oleh berbagai kalangan, khususnya kaum muda Indonesia, untuk sama-sama turut melahirkan karya pemikirannya untuk kepentingan bersama.

Untuk melihat secara ringkas isi yang terkandung di dalamnya, berikut saya sampaikan ulasan dari Penerbit dan beberapa komentar yang tetulis di cover belakang buku tersebut.

---

DARI PENERBIT:

Setiap penerbit memiliki alasan dan pertimbangan sebelum memutuskan untuk menerbitkan suatu buku. Pertimbangan itu, biasanya, tidak jauh dari tiga hal, yaitu faktor penulis, isu yang diangkat, dan kemungkinan pasar. Kalau mau ditambahkan, seberapa besar kemungkinan andilnya terhadap proses perubahan. Penulis adalah faktor penting, demikian juga isu yang dijadikan tema pembahasan. Kelompok sasaran pembaca yang luas menjadi daya tarik tersendiri sebagai faktor pasar yang menggairahkan.

Meskipun untuk pertama kali kami menerbitkan buku karya Pan Mohamad Faiz, S.H., M.C.L., pertimbangan di atas akan membuktikan di hadapan para pembaca, di mana sebenarnya posisi penulis dalam peta pemikiran kontemporer Indonesia. Dari dialog panjang dengan realitas dan keprihatinannya yang mendalam serta refleksi yang dilakukan, penulis tergerak untuk melakukan sesuatu yang dapat menegakkan kembali mental bangsa yang runtuh akibar deraan berbagai kesulitan. Dan “sesuatu” yang dimaksud itu, antara lain, tercermin dari gagasan yang termuat dalam buku ini.

Salah satu point yang dapat disimpulkan dari gagasannya adalah ide Triumvirat Asia dengan memproyeksikan lahirnya Cindonesia (Cina, India dan Indonesia) sebagai adidaya ekonomi baru. Bagaimana Indonesia dapat mengejar ketertinggalan dari Cina dan India yang telah berhasil lebih dahulu mengelola trend global dan sukses mengunduh hasil panen globalisasi. Di dalam negeri, penulis mengajak kita memikirkan kembali banyak hal dengan tetap mempertahankan kearifan budaya dan nilai-nilai kemuliaan dalam praktik kehidupan sosial yang bermartabat. Antara lain mengajak untuk melihat ulang keberadaan kita sebagai bangsa, memikirkan kembali masa depan, soal krisis kepemimpinan, juga meminta kita untuk meninjau kembali berbagai prinsip dan hakikat persaingan. Semua itu demi Indonesia yang damai, sejahtera dan demokratis sebagaimana cita-cita awal berdirinya negara bangsa Indonesia.

Sebagaimana dikatakan sendiri oleh penulisnya, buku ini merupakan bentuk partisipasi kaum muda untuk turut serta bertanggung jawab terhadap kondisi bangsa yang kian memperihatinkan. Semakin termarginalkannya posisi Indonesia dalam percaturan dunia, lemahnya komitmen pembangunan pendidikan, hilangnya rasa kebersamaan dan pemahaman antar anak bangsa, carut-marutnya dunia peradilan dan penegakkan hukum, absennya proses regenerasi kepemimpinan, terjadinya pembajakan nilai demokrasi dengan mengatasnamakan rakyat, merupakan masalah utama bangsa Indonesia yang menjadi topik bahasan dalam buku ini.

Semoga buku ini bisa menjadi saksi hadirnya wacana baru yang dinamis, komprehensif dan mencerahkan dalam gerobak perubahan yang melambat dan dapat membantu memikirkan kembali masa depan bangsa sebelum masa depan itu menentukan wujud bangsa kita. Akhirnya, jika buku ini meretas jalan lapang untuk masa depan Indonesia yang lebih baik, barangkali itulah harapan yang sempat terselip dalam niat awal penerbitan buku ini. Selamat membaca.

Jakarta, Penghujung 2008
Penerbit

---

“BERAGAMA ide, gagasan, dan percik pemikiran yang kini telah disusunnya sebagai bunga rampai patut memperoleh apresiasi positif dari kita semua. Ragam topik yang disajikan pun tidak saja terbatas untuk bidang hukum, namun juga turut menyentuh bidang hubungan internasional, ranah pendidikan, dan kepemudaan. Hal ini menunjukkan bahwa penulis mempunyai daya reflektif yang cukup luas untuk usianya yang relatif terbilang cukup muda. Buku ini dapat dijadikan sumber inspirasi bagi khalayak banyak, khususnya kaum muda Indonesia.” – Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., Guru Besar Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Indonesia –

“BUKU yang membuka wawasan ke depan dan penuh optimisme ini perlu dibaca oleh seluruh lapisan masyarakat, khususnya generasi muda, agar mengetahui sendiri karakter dan pemikiran cerdas seorang Faiz, salah satu rising star, calon pemimpin masa depan Indonesia.” – Dr. Adhyaksa Dault, M.Si., Menteri Negara Pemuda dan Olahraga RI –

“WE have similar challenges and aspirations. There is much to learn from each other’s experience and best practices. Mr. Faiz’s book contributes to this process from his unique vantage point of an Indonesian Scholar who spent time in India and wrote his book while he was studying at Delhi University. The book is an important contribution to the comparative literature of development studies related to India and Indonesia” – H.E. Mr. Biren Nanda, Duta Besar India untuk Indonesia –

---

Demikian informasi singkat mengenai Buku tersebut. Akhir kata saya ucapkan, “Selamat Membaca Buku Baru di awal Tahun Baru”. Semoga Tuhan YME selalu memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Amin..

Jaya Indonesia!

Salam Hangat,
Pan Mohamad Faiz

Labels: Breaking News, Indonesia Kontemporer, Kepemudaan, Mahasiswa, Pan Mohamad Faiz

READ MORE...
posted by Pan Mohamad Faiz at 11:36 AM | |
Wednesday, December 03, 2008
Putusan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Jawa Timur
BELAJAR DARI SENGKETA PEMILUKADA JATIM
Oleh: Pan Mohamad Faiz*

Usai sudah pagelaran sidang sengketa perselisihan suara Pemilukada Jawa Timur antara pasangan Kaji vs. KPU Provinsi Jatim yang turut melibatkan kubu Karsa sebagai pasangan yang sebelumnya dinyatakan sebagai pemenang penghitungan suara putaran kedua. Namun demikian, ketukan palu Mahkamah Konstitusi (MK) ternyata belum menandai selesainya pesta demokrasi terbesar bagi rakyat Jawa Timur tersebut. Pasalnya, MK tidak lagi memutus hitam-putih seperti biasanya, yaitu alternatif amar putusan antara tidak menerima, mengabulkan, atau menolak permohonan. Kali ini, MK kembali menerapkan doktrin constitutional activism dengan memutus dan memerintahkan KPU Provinsi Jawa Timur untuk melakukan penghitungan dan pencoblosan ulang di beberapa Kabupaten di wilayah Jatim. Artinya, rakyat Jatim akan masih tetap disibukkan dengan sejumput agenda Pemilukada, khususnya mereka yang tinggal di wilayah Kabupaten Pemekasan, Bangkalan, dan Sampang, Madura.

Bukan Pengadilan Kalkulator

Putusan MK yang tidak terduga dan amat berani ini dianggap oleh beberapa pihak menerabas norma yang telah digariskan oleh undang-undang. Sebab, seyogyanya MK cukup memutus secara tegas terhadap hasil sengketa perselisihan suara Pemilukada saja. Namun ironisnya, justru dengan kewenangan yang limitatif tersebut MK seringkali dianalogikan sebagai “pengadilan kalkulator”, karena fungsinya hanya berkutat seputar angka-angka hasil penghitungan suara. Sedangkan, jikalau hanya berjibaku dengan angka-angka saja, alangkah terlalu remeh-temeh untuk kemudian kewenangan mulia tersebut dilimpahkan dari MA kepada MK. Padahal MK sengaja dibentuk untuk turut jua menjaga ruh demokrasi dengan berlandaskan nilai-nilai hakiki Konstitusi sebagaimana tercantum jelas dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.

Walhasil, putusan sengketa Pemilukada Jatim menjadi bukti ketatanegaraan bahwa MK bukan lagi sekedar menjadi pengadilan kalkulator semata. Sebab, kebenaran materil yang dicarinya turut disandingkan pula dengan prinsip-prinsip pelaksanaan demokrasi yang sehat sesuai dengan asas-asas Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

Namun demikian, menjadi salah kaprah pula apabila di kemudian hari, pelanggaran pemilu baik itu yang bersifat administratif maupun pidana, kesemuanya langsung diserahkan bulat-bulat di atas meja merah MK. Tentunya, kita harus pula tetap mengikuti koridor penyelesaian pelanggaran pemilu berdasarkan ketentuan hukum yang ada, yaitu melalui Bawaslu, Panwaslu, dan Pengawas Pemilu Lapangan, dengan Penyidik Kepolisian dan Pengadilan Umum sebagai sarana awal dalam memperjuangkan hak-hak demokratik setiap peserta pemilu.

Terlepas dari adanya kelemahan perangkat pengawasan yang ada, maka bukan menjadi penghalang bagi para peserta pemilu untuk tetap mengikuti prosedur hukum yang sudah ditetapkan. Justru dengan ada-tidaknya tindakan yang diambil terhadap bukti-bukti pelanggaran yang telah diserahkan sebelumnya, maka akan menjadi nilai pertimbangan positif untuk menguatkan argumentasi para pemohon dalam mengajukan sengketa perselisihan suara di hadapan Majelis Konstitusi. Contohnya sudah dibuktikan dengan adanya putusan Pemilukada Jatim ini.

Laboratorium Pemilukada

Proses dua minggu berjalannya persidangan ternyata membuka sutra bening terhadap penguatan sistem dan proses demokratisasi di Indonesia. Setidaknya terdapat beberapa hal yang patut kita jadikan pelajaran berharga yang telah diwariskan dari sengketa Jatim ini, yaitu:

Pertama, sikap arif dan bijaksana yang diperlihatkan sejak awal oleh kedua pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim, yaitu Kaji dan Karsa, dengan menghimbau para pendukungnya masing-masing untuk menerima dengan tulus-ikhlas apapun putusan yang dikeluarkan oleh MK, menjadi pendidikan politik tersendiri tidak hanya bagi warga Jatim, namun juga seluruh rakyat Indonesia. Oleh karenanya amat patut kita contoh seraya melayangkan ucapan selamat kepada segenap warga pemilih pada Pemilukada Jatim yang lalu.

Kedua, dengan dibukanya kembali penghitungan dan pencoblosan ulang di beberapa Kabupaten di Jawa Timur, maka otomatis seluruh mata rakyat Indonesia akan menaruh perhatiannya ke wilayah tersebut. Artinya, baik KPU, Bawaslu, Panwaslu, maupun masing-masing pasangan yang kembali bertarung akan semaksimal mungkin mengawal berjalannya agenda perbaikan proses pemilukada tersebut dengan baik, bertanggung jawab dan penuh kejujuran. Jika tidak, maka bukan hal yang mustahil bahwa mereka yang merasa dirugikan haknya akan kembali menggugat Keputusan KPU ke hadapan MK.

Ketiga, berbagai bukti yang terungkap di persidangan telah membawa sinyal kuat kepada seluruh pihak, baik itu penyelenggara maupun peserta Pemilu di masa yang akan datang, bahwasanya segala bentuk penyalahgunaan wewenang dan tindakan pelanggaran akan dengan mudah dibeberkan di persidangan yang terbuka untuk umum. Terlebih lagi, transparansi total terhadap proses persidangan di MK akan menjadi momok tersendiri bagi mereka yang berencana untuk menodai jalannya berbagai pemilihan umum di Indonesia. Sanksinya? Telah tegas tercantum, yaitu sanksi administratif, pidana penjara dan/atau denda hingga puluhan juta rupiah.

Keempat, sebaliknya bagi para peserta pemilu, baik itu parpol maupun perseorangan, akan semakin terpacu untuk lebih mempersiapkan dirinya dalam menyediakan para saksi dan tim “pemburu kejanggalan” proses pemilu di masing-masing daerah pemilihannya. Belum lagi bila digabungkan dengan unsur pemantau pemilu independen, maka akan semakin kecil kesempatan ruang untuk terjadinya berbagai kecurangan pemilu.

Akhirnya, kita pun berharap bahwa proses penghitungan dan pemilihan ulang di beberapa Kabupaten di Jawa Timur, khususnya Madura, dapat berjalan lancar dan memberikan resultante demokrasi yang terbaik. Sebab, masih segar diingatan kita bahwasanya kisruh pemilihan di beberapa wilayah Madura bukan saja terjadi pada kali ini, namun juga pada Pemilu legislatif pada tahun 2004 yang lalu. Putusan MK yang memerintahkan penghitungan ulang di beberapa Kabupaten di Madura terpaksa dilakukan di Jakarta melalui proses seadanya, karena beberapa isi kotak suara telah hilang tanpa diketahui sebab dan alasannya.

Untuk itu, dengan pengamanan yang memadai, sudah pasti dalam beberapa waktu ke depan Jawa Timur akan menjadi laboratorium baru bagi pembuktian ada-tidaknya perubahan dan penguatan proses demokrasi di Indonesia. Semoga keadilan akan selalu bersemayam pada mereka yang melaksanakan Pemilu dengan adil tanpa mencederai sedikit pun proses demokrasi yang tengah sama-sama kita bangun.

* Pemerhati Hukum dan Konstitusi

Keterangan: Unduh Putusan Lengkap (click)
Labels: Demokrasi, Pemilu, Putusan MK

READ MORE...
posted by Pan Mohamad Faiz at 8:31 AM | |
Saturday, November 08, 2008
Blogger Indonesia of the Week (87): PMF
BLOGGER INDONESIA OF THE WEEK (87)
Beberapa waktu yang lalu saya menerima pesan elektronik mengenai hasil review dari salah satu “Bapak Blogger” Indonesia, A. Fatih Syuhud, terhadap Blawg saya yang berbahasa Inggris. Dalam tulisan singkatnya menyimpulkan bahwa saya berhak menyandang masuk dalam daftar lanjutan "Blogger Indonesia of the Week" yang ke-87.

Saya sendiri tidak dapat berkomentar banyak terhadap penilaian tersebut, karena saya menyadari dan menilai bahwa masih banyak rekan-rekan Blogger Indonesia yang seyogyanya lebih pantas mendapatkan apresiasi tersebut. Namun demikian, tetap wajib hukumnya bagi saya untuk mengucapkan untaian tulus rasa terima kasih kepadanya, karena secara tidak langsung Cak Fatih turut pula membangkitkan kembali ‘gairah’ menulis saya di dalam Blawg ini yang sempat surut.

Setidaknya, saya pun akhirnya menjadi tersadarkan bahwa pengunjung blog khusus hukum ini ternyata bukan hanya inklusif dari komunitas hukum saja, namun juga berasal dari berbagai latar belakang program pendidikan, baik yang memang disengaja berkunjung maupun yang kebetulan ‘mampir ‘ menjenguk blog ini.

Tentunya apresiasi yang dialamatkan kepada saya ini harus pula membawa perubahan yang berarti bagi saya, khususnya dalam “melayani” para pembaca untuk senantiasa memperoleh bahan bacaan yang lebih berisi, bermanfaat, ringan dan mudah dipahami oleh semua pihak.

Berikut ulasan yang disampaikan oleh A. Fatih Syuhud atas penganugerahan “Blogger of the Week (BOW)" terhadap Blawg saya. Semoga dapat juga menjadi bahan inspirasi bagi kita semua.

Salam Hangat dari München (Jerman),
Pan Mohamad Faiz

***
Blogger Indonesia of the Week (87): Pan Mohamad Faiz

Pan Mohamad Faiz is a visionary blogger and a man-of-principle personality, so to speak. He knows what he wants to do. When the first time I met him in my last-year stay in India in 2007 he asked me how to make a blog.

At the same time he insisted that he wanted to have a niche blog on law, his specialty, not a personal blog. He knows that a niche blog will not get a good traffic instantly but he is sure it will create faithful readers and, thus credibility to the blogger concerned. He wants his blog to emphasize on specific quality content. I couldn’t agree more with him.

Many new bloggers just want to make a blog with instant high traffic and many comments–like old timers. The absence of which will make them discouraged and then quit blogging. That’s why we saw many “drop-out” bloggers every now and then.

Faiz, as I used to call him, is the kind of blogger who care less to traffic of his blog or to the amount of comments he receives. He focuses more on how to write a good content vigorously. He doesn’t expect many comments nor many visitors, though he’ll be grateful if any. These are the keys for any blogger to survive and endure a long blogging experience without which you’ll find your blogging passion dissipates in a short span of time.

The Content

To know Faiz’s blog content is simple. Read his profile, and you’d immediately know what it is all about:
Pan Mohamad Faiz was born in Jakarta, Indonesia. After getting his Bachelor of Law (LL.B.) degree from Faculty of Law, University of Indonesia, he received a Full Scholarship from ICCR to continue his advance study at Faculty of Law, University of Delhi. On July 2008, he successfully graduated from University of Delhi (First Division Rank) with degree in Master of Comparative Laws (M.C.L.) specializing on Comparative Constitutional Law.
Presently he is a legal and constitutional law observer as well as an active op-ed writer in many National Newspapers and Journals. Moreover, he is appointed as a Judicial Administrative Assistance to Constitutional Justice at Constitutional Court of Indonesia. This Blawg (Law Blog) describes his strong thought about Law and other Social Sciences.
So, it’s clear that Faiz’s niche blog is about law. Both Indonesia and international law. This is what he wants to achieve: whenever you want to know about law, visit his blog. And whenever you want to talk about it, talk to Faiz. This is the advantage of having a niche blog and of being a “niche” blogger. []

Labels: Blawgger Indonesia, Blog Hukum, Breaking News, Pan Mohamad Faiz

READ MORE...
posted by Pan Mohamad Faiz at 5:28 AM | |
Tuesday, October 28, 2008
Sumpah (Saya) Pemuda!
MEMPERINGATI HARI SUMPAH PEMUDA KE-80

“Memilih satu momentum yang tepat adalah pula satu keharusan, sebab kalau tidak maka segala-galanya akan menjadi sia-sia dan mubazir. Saya katakan mubazir sebab sebenarnya fungsi pemuda di dalam masyarakat yang sedang bergolak adalah pendek sekali, dan kerenanya masa yang pendek itu haruslah dapat menghasilkan prestasi dan momentum yang menentukan”.
- Adam Malik dalam "Mengabdi Republik" -
***
NEGERI DI PERSIMPANGAN JALAN
Berduyun rakyat kian mengaduh
Terhampar duka dan rasa pilu
Gemuruh bising rakyat menjerit
Meratapi nasib yang begitu pelik

Rakyatku miskin,
Namun terlalu kaya bila ditelusuri
Negeriku demokratis,
Namun seringkali berubah anarkis

Bangsaku Merdeka,
Namun masih saja bergantung kepadanya
Generasiku pintar,
Namun terbuai oleh manisnya benda berbinar

Indonesiaku di persimpangan jalan...

Kini ku merenung,
100 tahun sudah tertanam jiwa nasionalisme
80 tahun berkumandang di atas sumpah darahku
63 tahun menghirup udara kemerdekaan
10 tahun melaju di landasan pacu reformasi

Tetapi entah mengapa,
Perubahan itu kian hari kian tak menentu
Semua yang hadir masih saja terlihat semu
Layaknya fatamorgana memendar bayangan kelabu

Indonesiaku di persimpangan jalan…

Nusantara...,
Jangan lagi kau tertunduk bersujud
Kembalilah pada titah awal negeri ini terwujud
Sebab kini rotasi dunia berputar begitu kencang
Tak lagi iba meninggalkan bangsa yang terbelakang

Bangkitlah Indonesiaku!
Negeri subur, sumber daya menjamur
Bangkitlah Indonesiaku!
Robohkan jiwa egoisme, wujudkan rasa optimisme

Tepat hari ini ku torehkan seberkas janji
Niat mengabdi di haribaan Ibu Pertiwi

Jakarta, 28 Oktober 2008

Catatan:
Puisi di atas merupakan bagian pembuka tulisan dari Buku yang akan diterbitkan oleh Penulis dalam waktu dekat ini.

Labels: Mahasiswa, Pan Mohamad Faiz

READ MORE...
posted by Pan Mohamad Faiz at 7:59 PM | |
About Me

Name: Pan Mohamad Faiz
Location: Indonesian Blawgger
Pan Mohamad Faiz was born in Jakarta, Indonesia. After getting his Bachelor of Law (LL.B.) degree from Faculty of Law, University of Indonesia, he received a Full Scholarship from ICCR to continue his advance study at Faculty of Law, University of Delhi. On July 2008, he successfully graduated from University of Delhi (First Division Rank) with degree in Master of Comparative Laws (M.C.L.) specializing on Comparative Constitutional Law. Presently he is a legal and constitutional law observer as well as an active op-ed writer in many National Newspapers and Journals. Moreover, he is appointed as a Judicial Administrative Assistance to Constitutional Justice at Constitutional Court of Indonesia. This Blawg (Law Blog) describes his strong thought about Law and other Social Sciences. You are welcomed to take discussion anytime with him or just to put a comment regarding to his articles.
View my complete profile
Previous Posts
• Bedah Buku "Bangkit Indonesia: Menaklukkan Tantang...
• Wawancara oleh Human Capital: Brain Drain SDM TI y...
• Ketidakcermatan UU Pemilu Legislatif
• Breaking News: Indonesia Juara Pertama the Asia Pa...
• Perjuangan Capres Independen
• Demokrasi Anarki: Suatu Puisi Jiwa
• Luncurkan Buku di Awal Tahun 2009
• Putusan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) ...
• Blogger Indonesia of the Week (87): PMF
• Sumpah (Saya) Pemuda!
Archives
• September 2006
• October 2006
• November 2006
• December 2006
• January 2007
• February 2007
• March 2007
• April 2007
• May 2007
• June 2007
• July 2007
• August 2007
• September 2007
• October 2007
• November 2007
• December 2007
• January 2008
• February 2008
• March 2008
• April 2008
• May 2008
• June 2008
• August 2008
• September 2008
• October 2008
• November 2008
• December 2008
• January 2009
• February 2009
• March 2009
• April 2009
Recommended Files







































































Quick and Easy Search

Enter your search terms

World Journal
Jurnal Hukum

Submit search form

Get your updates via Email
Enter your Email

Powered by FeedBlitz

MY LEGAL BOOKSHELF
Amazon.com Widgets
Law Organizations
National
Faculty of Law - University of Indonesia
Corruption Eradication Commission
Ministry of Law and Human Rights
Regional Representative Council
Indonesian Legal Aid Foundation
People's Consultative Assembly
The Government of Indonesia
House of Representatives
National Law Commission
Acts and Regulations
Constitutional Court
Judicial Commission
ELSAM Indonesia
Parlemen Watch
Supreme Court
ELSAM
International
World Intellectual Property Organization
Faculty of Law - University of Delhi
European Court of Human Rights
International Court of Justice
International Criminal Court
Inter-Parliamentary Union
Supreme Court of The U.S.
World Trade Organization
Law Commission of India
Supreme Court of India
Amnesty International
Council of Europe
Venice Commission
United Nations
European Union
My Online Law Libraries
American Society for International Law
Law Faculty Library ~ Univ. of Delhi
Social Science Research Network
Daniel S. Lev Library (Bahasa)
LexisNexis ~ Academic Universe
Public Library of Science
WestLaw ~ Thomson & West
Legal Pundit Database
Law Librarian Blog
Law Dictionary
Indlaw Library
Hukum Online
Media References
National
Tempo Interactive (English)
The Jakarta Post (English)
Wikipedia Indonesia
Seputar Indonesia
Duta Masyarakat
Kabar Indonesia
Media Indonesia
Gatra Magazine
Pikiran Rakyat
Liputan6 SCTV
Koran Tempo
Suara Karya
Detik News
Republika
Bali Post
Sindikasi
Jawa Pos
Kompas
International
Susahnya Memahami Politik Indonesia
Oleh Bimo Ario Tejo • 9th Oct, 2008 • Kategori: Bimo Ario Tejo, Kolom •Dilihat:679 views •Kirim: Email This Post
Dalam blog pribadi saya lebih banyak bercerita tentang drama politik yang terjadi di Malaysia dan Amerika Serikat.
Bagi saya, politik di Indonesia kelewat carut-marut, terlalu banyak aktor dan pemainnya sehingga sulit untuk dipahami, alih-alih untuk dituangkan dalam bentuk tulisan.
Di Amerika misalnya, pemain politiknya jelas: kalau tidak Partai Republik, ya Partai Demokrat. Yang satu mayoritas, yang satunya lagi minoritas. Yang satu memerintah, yang satunya lagi oposisi. Jelas dan clear.
Di Malaysia juga hampir sama. Kalau tidak Barisan Nasional, ya Pakatan Rakyat. Satunya memegang tampuk pemerintahan, yang satunya berperan sebagai oposisi. Aktor-aktornya jelas dan masing-masing memainkan peran sesuai dengan plotnya.
Di Indonesia berbeda. Yang hari ini mendukung pemerintah, besok bisa saja tiba-tiba berbalik hendak menggoyang pemerintahan. Tidak jelas siapa partai memerintah dan siapa oposisi.
Akibatnya, siapapun yang menjadi presiden di Indonesia harus selalu waspada dengan kawan, bukan saja dengan lawan. Karena siapa tahu kawan bisa berbalik menusuk dari belakang.
Skenario politik Indonesia saat ini tidak akan membawa kestabilan dan ketenangan. Presiden tidak bisa berkonsentrasi memikirkan perbaikan nasib rakyat karena sibuk menjaga “punggung sendiri” dari kemungkinan ditusuk dari belakan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar